Setiap kali pulang liburan dan juga pulang kampung, satu hal yang saya inginkan dan seriuskan adalah belajar memasak. Mulai dari masak hal-hal yang simple kayak nasi goreng ala chef Yoga, oseng mie pake telor ayam mata sapi bunting hingga masalah tumis-tumis saya libas habis. Ya meskipun cuma masih modal nekat dan mupeng jadi chef. Apalagi ibu juga termasuk koki handal untuk urusan masakan, dijamin deh masakan apapun bisa di garap dengan sempurna. Alhasil, selama mengistiqomahkan kemampuan dan bakat terpendamnya, masak airpun saya kira sudah dalam tataran chef ala restoran-restoran Jepang. Ini fakta yang ada!
Keinginan menjadi ahli dalam bidang per-masakan menjadi satu inspirasi tersendiri untuk menyandang predikat โcalon bapak rumah tangga yang baik dan kerenโ [#salah satunya]. Dalam benak saya, jika seorang bapak rumah tangga nantinya tidak bisa memasak, kayaknya ada sesuatu yang hilang di dalam rumah tangga. Sekarang bagi saya udah gak melulu jaman ibu-ibu yang harus selalu masak. Kemandirian di dalam rumah tangga (jujur, saya hanya berdasar perkiraan saja, nikah aja belum. hehehe) menjadi satu trademark tersendiri dalam sebuah keluarga modern. Suami dan istri menjadi satu bungkus yang apik dalam istilah โkerjasama yang apikโ, baik nyuci yang bisa dibagi, mengelola anak (baca: mengurus anak) yang harus diatur, pun sama halnya dengan memasak juga harus ada porsinya sendiri. Saya cenderung menggaris bawahi dalam bidang memasak. Saya berpikir bahwa memasak punya tingkat romantisme tersendiri yang terkandung dalam suatu masakan. Dua pemikiran, satu tujuan terkemas apik dengan canda-canda penuh tawa ketika memotong, mencuci sayuran, hingga rasa yang berbedapun akan terasa nikmat karena penuh dengan bumbu cinta (efek asap keluar, busss busss).
Memasak bukan cuma ritual biasa untuk memenuhi pemenuhan KPK (Kegiatan Pemadam Kelaparan) saja. Tapi di dalamnya, terdapat romantisme luar biasa yang bisa saja menghadirkan semacam gimmick-gimmick menarik khas marketing. Romantisme memang berbeda kadar tiap-tiap orang, implementasinya pun pastinya berbeda, tapi bagi sebagian orang mungkin memasak jadi satu keluwesan tersendiri untuk mendefinisikan berjuta kata dan makna yang jauh lebih banyak dari para roman-roman romawi kuno jaman dahulu. Baunya menawarkan aroma kasih sayang, rasa masakan memancarkan semangat cinta yang membara, penyajian masakannya, bak monalisa yang sangatย unik, menarik dengan nuansa senyum manis penuh kehangatan.
Mari kita belajar memasak kawan, sebagai seorang calon bapak kita ibarat nahkoda yang harus bisa menciptakan rasa dan bumbu-bumbu cinta khasnya masing-masing. Dihidangkan karena nuansa romantis, dibungkus melalui anggunnya rasa dalam romantisme memasak.
Bandung, 1 Agustus 2012
Sumber gambar: Google (nb: bukan masakan sendiri. hehehe :D)
Leave a reply to zasseka Cancel reply