70 tahun KUB, Seribu Langkah Bakti Untuk Negeri


Berbicara mengenai Group Usaha Bakrie, maka satu hal yang ada dipikiran adalah Aburizal Bakrie dan Esia, tidak ada yang lain. Keadaan Indonesia yang memang banyak di bahas tentang percaturan politik menjadikan satu nama terlupa dibelakang sana, bahwa Bakrie pun bukan hanya berkutat dengan masalah Esia dan Aburizal Bakrie, tetapi satu group besar yang bergerak dengan satu nama Bakrie, tentu saja, karena itu milik Keluarga Bakrie.

Berbicara tentang satu group besar Keluarga Bakrie tentunya menjadi satu kelebihan [Strengths] sendiri ketika masing-masing perusahaan dapat saling bersinergi untuk membentuk satu perusahaan yang kuat, apalagi dengan keadaan ekonomi Indonesia yang masih naik turun. Keberadaan Bakrie dengan semua entitas dari masing-masing perusahaan yang ada menjadi satu nilai tambah sendiri yang menjadi satu keyakinan bahwa pada tahun 2005, Bakrie Group mulai menatap bisnis di bidang telekomunikasi dengan mengusung nama Esia untuk produknya kala itu. Ketertarikan saya untuk banyak membahas hal ini, dikarenakan dari beberapa perusahaan dan bidang yang digeluti KUB (Kelompok Usaha Bakrie), bidang telekomunikasilah yang cukup menarik, apalagi telekomunikasi menjadi satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia yang kehadirannya sekarang sudah membumi, juga mengakar di seluruh lapisan masyarakat. Masyarakat Indonesiapun sudah tidak asing dengan kata operator, kartu, bundling, paket, modem yang semakin menguatkan bahwa era baru dengan predikat negara berkembang sudah mulai merasuki Indonesia.

Keberadaan Group Bakrie yang sudah hampir 70 tahun kiranya sudah tidak diragukan lagi. TV One ataupun ANTV merupakan contoh kecil yang mungkin sering kita temui keberadaannya. Langkah-langkah kecil dalam usahapun menjadi semakin maju karena didukung manajemen yang baik. Kolaborasi masing-masing perusahaanpun menjadi satu poin penting ketika kita berbicara dalam konteks “saling menopang” satu dengan yang lain.

Sebagai contoh, keberadaan esia sebagai salah satu pemain di dalam dunia percaturan telekomunikasi semakin nyata dengan pekembangan yang cukup signifikan. Penjualan AHA yang mencapai 19 kota dan sudah mencapai 150.000 pada tahun 2011 menjadi salah satu bukti yang cukup mampu menunjukkan keseriusan dan keberhasilan esia dalam meluncurkan ide-ide kreatif bisnisnya.

Selain didukung dengan manajemen yang baik, peneluran ide-ide yang agak “nyeleneh” pun turut menjadi satu poin penting bagi Bakrie. Sebut saja dengan ide yang memunculkan ponsel murah seharga Rp. 200.000 dan SMS 1 karakter pada tahun 2007. Yang kemudian menjadi satu brand tersendiri yang dikenal masyarakat.

Pendekatan Esia dengan 4 pendekatan utama yang strategis, yakni transparansi, keterjangkauan, affordability, dan connectivity pada waktu tahun 2005 nyatanya menjadi satu keunggulan utama yang ditawarkan oleh Esia. Apalagi saat ini dengan kehadiran Max-D yang sekaligus menjadi satu tren tersendiri berkaitan dengan keterjangkauan dan layanan maksimal.

Kiranya menjadi sangat banyak jika dilihat keunggulan dari Bakrie Group yang ada, tapi mungkin contoh diatas cukup sedikit memperkuat pemahaman kita bagaimana pilar-pilar Bakrie dibangun.

Jika berbicara mengenai kelemahan [Weaknesses] yang ada sekarang mungkin saya tidak akan berbicara banyak mengenai hal ini, karena berbagai macam perusahaan tidak terlalu di ekspose kecuali jika berkaitan dengan pergerakan Bakrie Telecom yang menyusur dunia telekomunikasi. Jika berkaitan dengan bidang telekomunikasi, maka banyak hal yang memang menjadi kekurangan. Pertama, CDMA. Penyasaran jaringan CDMA yang memang dikategorikan kalah dengan GSM menjadi satu kelemahan tersendiri. Belum adanya dukungan terhadap jaringan yang luas juga mendukung bagaimana kata “melebarkan sayap” masih cukup terkendala. Belum lagi hingga saat ini masih kurang adanya pencapaian CDMA ke tingkat 4G. Celotehan CDMA akan matipun seringkali di dengungkan oleh praktisi telekomunikasi, Infrastruktur yang masih diujicoba dan dengan perangkat yang cukup mahal menambah kekurangan CDMA dibandingkan dengan GSM. Kedua, masih berkutatnya jaringan dengan terbatas kota besar menjadikan layanan-layanan esia masuk kurang bisa terasa di masyarakat secara luas. Ketiga, kurangnya sosialisasi akan program Bakrie. Kekurangan kali ini menjadi satu hambatan tersendiri apalagi masyarakat menjadi kurang paham akan beberapa langkah-langkah yang Bakrie lakukan. Selain itu, kurangnya informasi akan perusahaan-perusahaan Bakrie menjadikan masyarakat menjadi kurang ngeh akan Bakrie Group. Bagaimana program Bakrie Untuk Negeripun menjadi kurang sounding bagi masyarakat yang hanya berbekal televisi tanpa ada koneksi internet.

“…Sekarang adalah waktu yang tepat untuk mengkonvergensi Bakrie Telecom dengan unit bisnis media dan teknologi. Btel 2.0 menjadi solusi konvergensi yang akan menggabungkan telekomunikasi, media, dan teknologi di tahun 2015…”, ujar Anindya Bakrie.

Berangkat dari contoh diatas, jika kita berbicara mengenai peluang [Opportunities] mengenai Kelompok Usaha Bakrie, maka sejujurnya banyak hal yang bisa diambil, apalagi dengan predikat Indonesia yang masih berada pada level negara berkembang. Tentunya, tiap bidang dan linipun mempunyai kekurangan-kekurangan yang memang bisa diisi oleh KUB, apalagi jika berbicara mengenai ekonomi masyarakat.

Sebelum berbicara mengenai ekonomi masyarakat, saya akan sedikit mengutip apa yang telah disampaikan oleh Anindya Bakrie (dalam acara Bakrie Telecom Media & Technology Vision 2015, di Blitz Megaplex, Jakarta, Kamis 31 Maret 2011 lalu). Kutipan ini agak sedikit menggelitik, karena 3 hal yang dipaparkan bagi saya merupakan 3 hal yang memang akan dilalui Indonesia ataupun dunia dalam era teknologi, sekaligus nantinya akan saya jabarkan mengenai tantangan yang memang harus dilewati oleh KUB ke depan. Beliau mengatakan “…Sekarang adalah waktu yang tepat untuk mengkonvergensi Bakrie Telecom dengan unit bisnis media dan teknologi. Btel 2.0 menjadi solusi konvergensi yang akan menggabungkan telekomunikasi, media, dan teknologi di tahun 2015…”.

Jika kita mencermati tentang masterplan BTel, kiranya ini menjadi satu kesempatan/peluang yang sangat baik yang diambil oleh Bakrie untuk memajukan baik perusahaan maupun bagi Indonesia. Dalam dunia teknologi saat ini, Indonesia memang sangat jauh dari kata cukup. Dalam artikel yang pernah saya ikutkan dalam salah satu lomba, saya berpikir bahwa Indonesia sebagai negara berkembang terlihat sangat keteteran terlebih di dua sektor paling penting penopang era globalisasi, pendidikan dan perekonomian. Keterbatasan fasilitas yang ada disertai kualitas SDM yang rendah dinilai sebagai salah satu faktor penyebab Indonesia belum bisa bersaing di dalam era teknologi seperti sekarang ini. Apalagi jika tuntutan perkembangan jaman ini ditinjau dari segi masuknya teknologi, jelas masih sangat jauh dari kata cukup.

Jika China dengan predikat “the World’s Factory” dan India dengan “Surga Outsourcing IT Dunia” berebut menjadi pusat inovasi, manufaktur dunia, serta pengembangan SDM yang terlatih, Indonesia sampai saat ini masih kurang mampu mempunyai mimpi untuk mengambil peran yang baik bagi dunia di masa depan. Padahal jika dilihat dari kelimpahan sumber daya, Indonesia tidak bisa dikatakan mempunyai cukup sumber daya, tetapi banyak sumber daya.

Jika dikaitkan pada bidang teknologi, apalagi jika berbicara tentang SDM IT, Indonesia nyatanya belum mampu mencetak insinyur-insinyur teknologi yang banyak dan murah. Mungkin agak miris jika membicarakan tentang masalah ini, padahal hingga saat ini pendekatan kemajuan bangsa selalu diiringi dengan teknologi.  Berbeda dengan India dan China yang bisa menyelaraskan SDM yang banyak dan berkualitas. Setiap tahun, negara ini menghasilkan 2 juta-2,5 juta sarjana, dengan 60 persennya dari jurusan teknologi (insinyur). Sebagai perbandingan, di Indonesia lulusan jurusan teknologi hanya 18 persen, AS 25 persen, dan India 50 persen. Ini sekaligus menjadi satu bentuk kekurangan yang menegaskan bahwa Indonesia masih belum berbicara banyak dan hanya menjadi penganut, dan buruh pada era globalisasi, bukan leader era globalisasi.

Ini sekaligus menjadi satu bentuk keprihatinan yang mendalam, yang harus segera dipikirkan oleh bangsa Indonesia. Kehadiran bangsa yang melek IT dan kualitas SDM IT yang banyak dan murah tanpa mengesampingkan kualitas menjadi satu bentuk rencana jangka panjang yang harus Bakrie pikirkan. Kehadiran dan rasa peduli terhadap kemajuan bangsa Indonesia bukan merupakan tanggung jawab para petinggi di negeri ini, tapi dengan keadaan yang sangat mungkin membawa kita kearah apatis seperti sekarang, membuat hal ini bukan merupakan hal yang tabu jika dikaitkan dengan kita sebagai masyarakat umum. Seyogyanya dengan apa yang Bakrie miliki sekarang, bentuk solusi yang harus dilakukan dari permasalahan diatas sangat dinanti oleh semua masyarakat Indonesia.

Alvin Toffler dalam buku Powershift (buku trilogi ketiga selepas Future Shock dan The Third Wave) menggambarkan perkembangan itu sebagai revolusi yang berlangsung dalam tiga gelombang peradaban yaitu gelombang pertama munculnya era pertanian, gelombang kedua munculnya era industri, dan gelombang ketiga munculnya era informasi. Era terakhir inilah yang mendorong tumbuhnya tele dan komunikasi yang bisa dirasakan saat ini di Indonesia. Jika dahulu permasalahan komunikasi terbatas masalah jarak, tetapi dengan masuknya Indonesia di dalam gelombang peradaban terakhir inilah yang membuat hal itu menjadi suatu permasalahan jadul bagi masyarakat di Indonesia. Masuknya Indonesia ke dalam 3 besar pengguna Twitter tahun 2011 di dunia (detiknews.com) dan pengguna Facebook kedua di dunia setelah Amerika Serikat (checkfacebook.com) semakin menegaskan bahwa memang benar di saat ini Indonesia telah berada dalam peradaban informasi.

Success is not a destination, It’s a Journey

Iwan Iwut, ST, MT dalam kuliah Stadium Generale menganggap bahwa di era sekarang dengan teknologi yang sudah menjamur diseluruh aspek kehidupan, dirasa tidak cukup hanya dengan menggolongkan 3 peradaban seperti yang telah diutarakan oleh Alvin Toffler. Lanjutnya, beliau menganggap bahwa seharusnya ada satu tingkatan peradaban yang perlu ditambahkan setelah era teknologi informasi yaitu era kreatifitas. Era kreatifitas merupakan era dimana semua orang berpikir jauh kedepan dan memanfaatkan semua lini baik itu pertanian, perekonomian, kehutanan, pendidikan, dsb yang diintegrasikan dengan teknologi. Sebuah perkembangan lebih lanjut dari era kreatifitas ini adalah KBE (Knowledge Based Technology). Inti dari KBE inilah yang menjadi sebuah langkah tersendiri, bagaimana caranya ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi satu, menuju penggerak ekonomi. Dan era inilah yang akan kita kembangkan guna pemerataan teknologi di bidang pendidikan dan perekonomian berbasis teknologi sebagai salah satu cara penggerak era globalisasi.

Jika memang BTel bisa dilaksanakan pada tahun 2015, saya yakin bahwa era teknologi yang ada sekarang bisa menjadi mudah dirasakan oleh semua kalangan. Apalagi jika memang kehadiran teknologi ini bisa sekaligus mengangkat perekonomian nasional. Selain itu, era kebutuhan data dibanding voice pun semakin lama semakin mencuat di semua kalangan masyarakat. Kebutuhan masyarakat yang “always connected” menjadi satu hal yang perlu untuk dicermati. Apalagi kehadiran facebook, twitter dan beberapa jejaring sosial lainnya dirasa belum akan meredup untuk beberapa tahun mendatang. Itu artinya, kebutuhan data masih berupa titik cerah yang harus tetap dilihat.

Kebutuhan yang sangat tinggi akan data (terbukti seperti yang saya tuliskan diatas mengenai peringkat Indonesia dalam facebook dan twitter), membutuhkan satu tantangan tersendiri mengenai bagaimana menyuguhkan layanan yang baik. Support jaringan yang baik tentunya menjadi satu nilai tambah tersendiri yang harus selalu dijaga untuk mendukung perubahan tren “always connected” saat ini. Masih ingatkah kejadian lucu yang melanda Blackberry. Hanya karena server down selama beberapa jam, pengguna blackberry turun, dan beralih ke I-Phone. Mungkin hal ini tidak bisa dijadikan satu rujukan apalagi jika dikaitkan dengan keadaan di Indonesia, tapi siapa tahu kan? 🙂

Selain hal diatas, untuk mendorong perkembangan BTel agar bisa terlaksana pada tahun 2015, kiranya Bakrie Group perlu mempersiapkan dengan matang seluruh fasilitas yang mendukung untuk mewujudkan itu semua. Keadaan ini mungkin akan semakin kontras, ketika infrastruktur yang ada masih kurang mendukung. Kebutuhan multimedia yang nantinya disematkan dalam satu layanan internet berjalan lurus dengan kebutuhan bandwith masing-masing pengguna. Kalau tidak bisa bermain dengan infrastruktur yang memadai, bisa jadi hal ini menjadi hambatan untuk program BTel itu sendiri.

Selain berbicara tentang always connected, masalah lain yang ada di Indonesia juga berkaitan dengan kurangnya fasilitas terhadap keberadaan ekonomi mikro yang ada di pelosok negeri. Fasilitas yang berkaitan dengan pemasaran yang ada menjadi kurang dipahami oleh masyarakat yang masih awam dengan teknologi. Apalagi kurangnya fasilitas internet yang tidak menjangkau ataupun program-program yang dikhususkan untuk ekonomi mikropun semakin mempertegas bahwa hasil barang yang mereka buat masih hanya sebatas lokal, padahal keberadaan ekonomi mikrolah yang menjadi penguat perekonomian nasional.

Small Medium Enterprise (SME) atau yang biasa dikenal dengan nama Usaha Mikro/Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)/Usaha Kecil Menengah (UKM) merupakan sebuah usaha yang penyebarannya dipetakan secara menyeluruh di daerah-daerah kecil yang memang dapat dikatakan (kebanyakan) jauh dari lokasi perkotaan. Meskipun letaknya yang tidak strategis terkadang, ternyata UMKM/UKM merupakan sektor perekonomian di Indonesia yang keberadaannya dapat dikatakan vital bagi perekonomian di Indonesia, terlebih jika dilihat lebih lanjut pada saat perbaikan perekonomian pasca reformasi. Selain dinilai sebagai salah satu sektor usaha yang paling berkontribusi terhadap pembangunan nasional, UMKM juga dapat menciptakan peluang kerja yang cukup besar bagi tenaga kerja dalam negeri, terlebih dalam upaya mengurangi pengangguran yang semakin lama semakin tidak menemukan titik temu. Keterbatasan dana, manajemen, pengaksesan informasi pasar dan peluang, jangkauan distribusi barang serta kurangnya jaringan mitra kerjasama-lah yang dianggap masih menjadi kendala utama dalam pengembangan UMKM.

Sejarah perekonomian telah ditinjau kembali untuk mengkaji ulang peranan UMKM. Beberapa kesimpulan, setidak-tidaknya hipotesis telah ditarik mengenai hal ini. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang sangat  cepat sebagaimana terjadi di Jepang, telah dikaitkan dengan besaran sektor usaha kecil. Kedua, dalam  penciptaan lapangan kerja di Amerika Serikat sejak  perang dunia II, sumbangan UKM ternyata tidak bisa diabaikan (D.L. Birch, 1979).

Dari sudut ketenagakerjaan, usaha mikro, kecil dan menengah memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap penciptaan lapangan kerja, yaitu sebesar 99,45% dari tenaga kerja di Indonesia. Selama periode 2000-2003, usaha mikro dan kecil telah mampu memberikan lapangan kerja baru bagi 7,4 juta orang dan usaha menengah menciptakan lapangan kerja baru sebanyak 1,2 juta orang. Pada sisi lain, usaha besar hanya mampu memberikan lapangan kerja baru sebanyak 55.760 orang selama periode 2000-2003. Hal ini merupakan bukti bahwa UMKM merupakan katup pengaman, dinamisator, dan stabilisator perekonomian negara kita (depkop.go.id).

Oleh karena itu, beberapa alasan di atas kiranya mampu membuktikan bahwa pemberdayaan UMKM haruslah dilakukan secara terstruktur sehingga mampu meningkatkan daya saing serta tingginya kualitas perekonomian nasional.

Saat ini, jenis permasalahan yang dihadapi di dalam sektor UMKM adalah Akses permodalan, kurangnya kualitas SDM yang membuat sebagian besar usaha tumbuh secara tradisional secara turun temurun, jaringan distribusi, hambatan birokrasi dan regulasi yang kurang menguntungkan, permasalahan manajemen, kepekaan terhadap perkembangan teknologi (Arijanto, 2011). Kiranya jika ditilik satu garis akan hal tersebut diatas, KUB dapat melihat satu kebutuhan jangka panjang yang memang dibutuhkan bagi perekonomian mikro. Sempat googling mengenai rencana Bakrie yang menyasar ke arah UMKM, namun hingga saat ini saya masih kurang menangkap rencana tersebut, yang pasti sedikit penjelasan mengenai UMKM diatas dapat memberikan satu gambaran yang bisa Bakrie lakukan. 🙂

Selain hal tersebut diatas, peningkatan sarana pendidikan juga masih lemah, apalagi pemerataan wajib belajar 9 tahun masih kurang bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Penanaman wajib belajarpun masih menjadi terkendala ketika masyarakat terkadang tidak mengindahkan program tersebut. Selain itu, minat baca yang masih kurang, menjadi salah satu faktor yang cukup mengganggu mengenai arti pentingnya pendidikan. Di pedesaan, atau mungkin daerah yang masih jauh dari perkotaan, mempunyai satu permasalahan tersendiri, terkait dengan jarak, ekonomi yang kurang mampu untuk melanjutkan ke SMA (sebagai catatan, hingga saat ini SD dan SMP sudah ditopang dana BOS yang menggratiskan biaya sekolah), serta tidak adanya teknologi yang masuk seakan-akan menjadi satu potret sisi lain Indonesia.

Berdasarkan hal diatas, dibutuhkan satu langkah yang bisa memajukan masyarakat pedesaan. Pembangunan sekolah gratis bagi pedesaan atau membuat pelatihan-pelatihan kepada kaum muda yang ada di daerah tersebut menjadi satu jalan yang cukup efektif untuk menangani itu semua. Selain itu, pengadaan taman belajar masyarakat/perpustakaan gratis yang ada di pedesaan juga mampu menjadi satu jalan pendukung bagi kemajuan pendidikan di Indonesia.

Berdasarkan laporan Education for All Global Monitoring Report yang dirilis UNESCO tahun 2011, tingginya angka putus sekolah menyebabkan peringkat indeks pembangunan mengalami penurunan dengan menempatkan Indonesia pada peringkat 69 dari 127 negara dalam Education Development Index. Laporan Departeman Pendidikan dan  Kebudayaan menyebutkan pula bahwa setiap menit ada empat anak yang putus sekolah. Bahkan pada tahun 2010 usia sekolah yakni 7-15 tahun yang terancam putus sekolah sebanyak 1,3 juta. Ini sekaligus menjadi sebuah fakta miris pendidikan di Indonesia mengingat fakta tersebut tidak selaras dengan apa yang tercantum pada UUD 45, pendidikan pada seluruh rakyat Indonesia. Banyak mungkin beasiswa, tapi yang ada sekarang untuk masyarakat pinggiran masih kurang mendapat beasiswa tersebut. Saya yakin, dengan apa yang dimiliki KUB sekarang, sangatlah banyak jalan yang dapat dibuat untuk menerangi mereka. Apalagi dengan slogan Bakrie Untuk Negeri yang harus menjadi sebuah “Bakti” Untuk Negeri.

Pembicaraan mengenai usaha dan bisnis tak melulu dikaitkan dengan keberhasilan, berbekal dengan pembangunan satu dinasti bakrie pada usahapun harus selalu diperhatikan mengenai ancaman-ancaman [Threats] yang akan dihadapi oleh keluarga bakrie. Mungkin kita pasti ingat, salah satu contoh pengelolaan yang buruk usaha yang menganut satu dinasti/keluarga, yaitu ketika salah satu maskapai kala itu, Adam Air yang dulu sempat mulai menguatkan akar-akarnya dalam penerbangan di Indonesia kemudian dilarang ijin terbang karena banyaknya kecelakaan yang terjadi. Kala itu, pengusungan maskapai Adam Air dengan biaya murah pada penerbangan (pengusungan mungkin akan sama jika dikaitkan dengan visi misi Bakrie Group di dalam ranah telekomunikasi seperti sekarang), kemudian gagal ketika menginginkan keuntungan dengan membeli suku cadang pesawat dengan kualitas yang kurang baik, selain itu campur tangan dan kurang berkualitasnya CEO kala itu menjadi satu alasan tersendiri jatuhnya usaha maskapai Adam Air. Pemilihan CEO yang professional dengan tetap menjaga keharmonisan keluarga saya kira menjadi satu poin penting yang harus selalu di jaga oleh KUB ini. Apalagi CEO sebagai satu top leader yang keberadaannya mempunyai 2 hal yang dengan dapat dilakukan memajukan atau meruntuhkan.

Menurut seorang panelis, yang dibutuhkan Indonesia sekarang ini adalah visioning, repositioning strategy, dan leadership. Begitu juga dengan Bakrie, yang berdiri diatas pilar-pilar perusahaan-perusahaan berkelas yang ada di Indonesia. Kebutuhan akan 4 hal tersebut menjadi sebuah nilai tersendiri yang nantinya berguna bukan hanya terbatas bagi kemajuan Bakrie, tetapi juga bagi bangsa Indonesia. Sudah saatnya kita memulai hal yang baru, langkah yang baru yang menjadikan trend setter inspirasi bagi semua orang.

Selain itu penguatan masing-masing bentuk usaha sekaligus merger seperti pembangunan 2015 dengan program Btel 2.0 nya yang menggabungkan telekomunikasi, media, dan teknologi di tahun 2015 harus benar-benar menjaga dukungan dari ketiga perusahaan yang membawa masing-masing bidang. Penggabungan ketiga hal tersebut harus di jaga baik keharmonisan maupun profesionalitas kerja. Ketika rumah ditopang oleh tiga pilar, maka kehilangan/kekurangefektifan dari salah satu pilar tersebut menjadi sebuah hambatan tersendiri untuk selalu berdiri tegak.

Kekuatan internal yang baik, akan semakin mengokohkan visi misi untuk mengatasi tantangan yang berasal dari eksternal KUB itu sendiri. Perjuangan kedepan harusnya bukan lagi berkutat masalah internal, karena di luar sana, para kompetitorpun sudah siap dengan strategi-strategi yang memang mereka persiapkan. Oleh karena itu, penguatan internal menjadi satu harga mati tersendiri agar KUB terus bisa menguatkan jejak langkah visi misi kedepannya.

Khusus di bidang telekomunikasi, kiranya akan sangat beragam produk dan layanan kedepannya. Oleh karena itu, saya yakin dengan tetap mengusung “layanan terbaik dan terjangkau” menjadi satu poin penting yang harus tetap dijaga. Kebutuhan “terjangkau” seharusnya menjadi milik masyarakat dengan golongan ekonomi yang rendah. Oleh karena itu jangkauan wilayah esiapun menjadi satu PR tersendiri untuk mewujudkan kata terjangkau. Karena saat ini kita tahu bahwa kekurangan jaringan telekomunikasi yang dimiliki Bakrie Group (seperti yang telah di paparkan diatas) masih terkendala masalah coverage. Perluasan jangkauan akan sangat menjadi satu pilihan utama agar nantinya masyarakat yang ada di pelosok negeripun merasakan keterjangkauan yang sampai saat ini masih terus di jaga oleh Bakrie. Dari harga yang terjangkau, “dan didukung dengan keterjangkauan” menjadi satu poin utama yang sangat dilirik oleh masyarakat.

Penutup yang paling cocok pada artikel kali ini terlebih akan bagian optimalisasi threats saya ambil dari lirik lagu yang sangat menginspirasi. Tapi sebelumnya, harapan dari saya, (sempat ditampilkan juga dalam salah satu acara televisi), bahwa capek/masalah/hambatan itu manusiawi dan biasa, tapi yang terpenting bahwa apapun rintangannya visi misi kita harus tetap berjalan. Sukses terus Kelompok Usaha Bakrie. Indonesia tersenyum menanti perubahan-perubahan itu! 🙂

life is too short to have regrets
so I’m learning now, to leave it in the past
and try to forget
we only have
one life to live
so you better
make the best of it
[Bruno mars – today my life begins]

Ditengah dinginnya suasana iklim kemarau!
Moga, 27 Juni 2012

Notes:
Artikel ini merupakan artikel yang diikutkan dalam rangka lomba Seandainya Saya Jadi CEO Grup Bakrie yang dilaksanakan pada tanggal 1 April – 8 Juli 2012. Menang ataupun kalah, bukan menjadi suatu masalah. Semoga apa yang dituliskan bisa menjadi sebuah wacana bagi siapapun yang membacanya. Mari budayakan menulis! 🙂

Salam Hangat,

Author: Triyoga AP

Salam kenal, panggil saja Yoga. Suka travelling dari dulu (kebanyakan solo backpacker). Suka fotografi (meskipun bukan profesional). Kadang-kadang mengisi waktu luang dengan naik gunung, camping ceria, gowes, trail running, sama woodworking. Di sela-sela kegiatan itu, saya juga masuk jamaah penyeduh kopi mandiri di rumah. Kebanyakan manual brewing. Semoga dapat bertemu di dunia nyata. Cheers!! :)

Yuks!! Ngobrol di mari.

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: