Mengunjungi “Old School City” Melaka


Berhubung kemarin dapet promo air asia PP Jakarta-Kuala Lumpur cuma Rp. 300.000, kali ini saya pengen cerita travelling yang agak sedikit berbeda. Boleh di cek sendiri di beberapa seri artikel saya sebelumnya. Mumpung gratis dan belum butuh scroll terlalu bawah. hehehe 🙂 

Pertama

Saya itu jarang pergi travelling yang objeknya sejarah. Meskipun masing-masing tempat juga sebenernya ada sejarahnya  sama kayak hubungan. ehem . Apalagi, saya juga gak terlalu suka sama tempat yang terlalu crowded, suasana yang mengantarkan “keintiman” dengan alam (buat saya pribadi) adanya di list paling atas saat travelling. Jadi, shopping atau hunting masker-masker kecantikan jelas itu berada di luar kebiasaan. Ya, sesekali ke pasar tradisional itupun karena mau foto-foto atau ke mall berburu tumbler kopi buat tambahan pajangan lemari rumah. 

Kedua

Drama travelling kali ini lumayan menarik. Jadi ceritanya paspor saya jadi hari Rabu, Jumat-nya berangkat ke Kuala Lumpur. Ya gak mepet-mepet banget sih. Cuma gara-gara perpanjang paspor kali ini, saya baru ngeh bahwa antrian pembuatan/perpanjang paspor itu gila banget!! Untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya saja rata-rata jangka waktu antrian 1-2 bulan. Bahkan ada juga yang sudah tidak menerima hingga Desember (kemarin cek antrian online via apps mobile di bulan Oktober). Wkwkwkwk. .  Walhasil, saya ambil pembuatan paspor di Imigrasi Semarang yang antriannya masih ada untuk 2 pekan ke depan. Ya meskipun mengorbankan untuk belum pakai e-paspor. Padahal udah di niatin mau “ngelamar” buat visa multiple korea sama visa jepang barangkali ada tiket promo kesana. Duuuuuh. Buat kalian yang ada di kota-kota besar, kalo mau pergi ke luar negeri dan belum punya paspor/bahkan mau perpanjangan, pastikan spare waktu 2-3 bulan lebih biar aman. 

IMG_7418
Titik nol km Melaka (disana tulisannya 0 miles). Hampir sama lah ya.  🙂

Ketiga

Memang kurang lengkap rasanya kalo wisata sejarah gak dimasukkan ke salah satu bucket list saat berkunjung ke Malaysia. Saya sudah pernah keliling Kuala Lumpur dan memang gak terlalu banyak objek wisata disana. Berhubung cuma 2 hari dan mempertimbangkan lokasi, kali ini saya putuskan untuk melakukan one day trip ke Melaka (orang Malaysia bilangnya Melake dengan spell “e” di belakang gak kayak orang Betawi kalo pas ngomong “iye-iye”). Bagi orang Indonesia sendiri, Melaka terkenal sebagai tempat berobat. Gak heran memang kalo pas ketemu orang Indonesia di pesawat dan bilang ke Melaka, apalagi yang tanya bukan kawula muda, sudah pasti langsung bilang, “Mau berobat ya?” Zzzzt. . 

trip melaka malaysia (18)
Maritim Museum. Yang merepresentasikan replika dari Flor de la Mar. Kapal Portugis yang tenggelam pada tahun 1511.

Yang menjadikan Melaka itu menarik adalah fakta bahwa Melaka adalah sebuah kota tua yang dulunya pernah dijajah oleh 4 negara. Sebenarnya secara nomenklatur hanya 3 negara Portugis, Belanda dan Inggris. Tetapi, saya tambahkan 1 negara, yaitu China karena ada akulturasi 2 kebudayaan saat Hang Li Po menikahi Sultan Manshur Shah (bukan Mansyur S. loh ya) yang saat itu memerintah Melaka dari 1456 hingga 1477. Alasan utamanya, bukan karena cinta pada pandangan pertama atau gara-gara ketemu di perpustakaan, buku jatuh dan saling berpandangan. Gak! Semua ini karena fakta bahwa Melaka adalah tempat pemberhentian terpenting dalam rute pelayaran Zheng He (lebih terkenal dengan sebutan Laksamana Cheng Ho).

Nah, karena cerita itulah, bangunan-bangunan di sana -yang sampai saat ini masih di jaga- punya bentuk, sejarah dan pakem arsitektur yang berbeda-beda. Buat kalian yang suka foto-foto atau mau buat pra/post wedding ala-ala Melaka ini te-ope-be-ge-te-es-ka-el. Sebenernya sih gak beda jauh sama Kota Lama di Semarang. Bedanya cuma masalah perawatan, hak guna bangunan sama ke-spooky-annya.  

trip melaka malaysia (6)
Mobil pemadam kebakaran yang nyalain mesinnya mesti ngonthel

Fyi, Melaka Central itu terminal bus. Sama kayak Terminal Bersepadu Selatan di Kuala Lumpur. Jadi kalo berkunjung ke Melaka, tujuannya sudah pasti di Melaka Central. Asyiknya disini, sudah gak ada calo ditambah tempatnya adem. Seluruh transaksi dilakukan di counter-counter resmi bus yang berderet. Kecuali modelnya kayak bus pengumpan ke pusat kota yang bayar di bus dan merk busnya sama kayak Transjakarta

Seluruh wisatawan yang ingin menuju pusat kota Melaka, drop point-nya adalah Dutch Square. Bangunan merah yang di tengahnya ada air mancur dan tulisan I Love Melaka jadi salah satu trademark serta tempat “mangkal” odong-odong gaul. Saking gaulnya, bahkan ada yang putar lagu goyang dumang dengan desain odong-odongnya minions unyuk-unyuk. Bisa diantar muter-muter kompleks, sekaligus tour guide dan fotografer dadakan. Paket lengkap! Di kompleks itu juga ada bangunan gereja protestan tertua di Malaysia. Dibangun pada tahun 1741-1753. 

trip melaka malaysia (20)
Titik nol miles Melaka.
trip melaka malaysia (13)
Salah satu icon di Melaka, odong-odong versi meriah. 🙂
trip melaka malaysia (1)
Design odong-odongnya lumayan heboh. Kalo malam sama seperti di Indonesia, lampu terang benderang dan musik melayu yang volumenya di stel maksimal. 🙂

Enaknya di Melaka, berhubung lokasi wisatanya berdekatan yang perlu kita siapkan hanyalah tenaga buat olahraga betis. Apalagi ke St. Paul Hill yang harus naik tangga. Selebihnya sih ya bisa dibilang semacam city tour saja. Jalan-jalan cantik dan selpie sukaesih. Berdoa saja supaya waktunya pas gak hujan. Karena buat street photography disana sangat menarik. Mungkin karena di Indonesia banyak wisata bangunan tua yang tidak terawat, jadi pas kesini dan menemukan bangunan tua yang terawat dan masih digunakan senengnya minta ampun. Entah ini ndeso atau takjub, agak beda tipis. heuheuheu 

trip melaka malaysia (10)
St. Paul Church

trip melaka malaysia (19)

Yang paling menjadi ikonik di Melaka selain bangunan tua bersejarah adalah adanya Jonker Walk. Hampir sama seperti di Myeongdong. Malam hari disana, diisi dengan penjual-penjual makanan-minuman yang menyegarkan. Ada juga jus hingga es krim yang tingginya bertingkat-tingkat bahkan minuman perasan tebu dan onde-onde pun ada. hehe. . . Di kompleks inilah banyak ditemukan masjid, kedai-kedai kopi, murral dan hostel-hostel murah yang peringkat di trip advisornya tinggi.

trip melaka malaysia (7)
Hery dan Ana, kelakuan kids jaman now! 🙂
trip melaka malaysia (27)
Jonker Walk

Untuk penginapan sendiri, saya pilih yang paling dekat dengan Jonker Walk, supaya malam-malam bisa main ke sana kalo bosan di penginapan. Banyak kok di Traveloka. Mengapa traveloka? Karena buat saya pilihan pembayaran yang beragam, harga final (gak ada tambahan biaya apapun yang mengagetkan), pilihan menginap yang banyak dan lengkap, plus paling penting ya fitur StayGuarantee yang kamu peroleh dalam satu paket. Jadi gak ada cerita kalo misal kalian ditolak sama penginapan dan terlantar tidur di jalanan. Gak lucu kan jadinya. hehe. . 

traveloka

Keempat

Mungkin ini bukan konklusi, hanya saja saya berpikir bahwa old school terkadang ngangenin. Melakukan travelling dengan berkunjung ke tempat-tempat yang masih menjunjung tinggi old school rasanya seperti flashback ke jaman kecil kita (duuuh ketuaan eh ketahuan umur berapa). Tapi yang perlu di catat, old school yang dimaksud bukan melulu ngomongin tentang spooky. Saya jadi ingat quotes dari Stebby Julionatan yang mengatakan bahwa, “Sejarah manusia adalah sejarah sepatu. Sejarah tentang tempat dimana ia pernah berpijak dan menjejak”. Mungkin intinya kayak gini. Sejauh dan sebanyak kita pergi mengunjungi (dimanapun) tempatnya, bisa jadi adalah salah satu bagian dari sejarah yang kita simpan untuk cerita di masa yang akan datang. Meskipun kita tidak bisa menentukan, cerita itu entah untuk siapa […]

Selamat jalan-jalan. Mari selamatkan generasi bangsa dari bahaya kurang piknik.

Jakarta, 4 Desember 2017
[1107 kata]

Author: Triyoga AP

Salam kenal, panggil saja Yoga. Suka travelling dari dulu (kebanyakan solo backpacker). Suka fotografi (meskipun bukan profesional). Kadang-kadang mengisi waktu luang dengan naik gunung, camping ceria, gowes, trail running, sama woodworking. Di sela-sela kegiatan itu, saya juga masuk jamaah penyeduh kopi mandiri di rumah. Kebanyakan manual brewing. Semoga dapat bertemu di dunia nyata. Cheers!! :)

16 thoughts on “Mengunjungi “Old School City” Melaka”

  1. ane terakhir ke sana tahun 2003, jaman LegoLand belum populer seperti sekarang. Kalau lihat dari foto2nya masih tetap sama, tidak berubah. Wisata sejarah memang tetap wajib dikunjungi walau ada wisata2 baru yang kekinian.

      1. sekalian dari batam, nyebrang ke singapura terus lanjut naik bus ke malaka. spot sejarah bagusnya memang itu karena istana pangerannya kurang ok. .😂

Yuks!! Ngobrol di mari.

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: