Menang Pertama [bagian 1]


Berbicara mengenai kegagalan, saya yakin bahwa semua orang sudah sama-sama mengetahui bahwa kegagalan itu bukanlah sebuah aib, tetapi kegagalan itu merupakan sebuah jalan yang Tuhan ciptakan untuk membuat kita lebih dewasa dalam hal apapun, begitu juga dengan menulis. [kalau tulisan ini mau dibuat quotes dan di jadikan wallpaper atau mau dipasang di dinding kamar, dipersilahkan. Hehe]

Ceritanya begini.
Alhamdulillah, akhir Mei 2012, saya kaget melihat pengumuman bahwa saya menjadi juara 1 lomba blog. Artikel yang dituliskan pada blog tersebut adalah sebuah tulisan yang membicarakan mengenai sebuah realitas tentang musik anak yang mungkin saat ini kemunculannya sudah hampir di telan jaman, dan pastinya sekarang dunia anak sudah tergeser dengan banyaknya musik-musik “galau”, yang memang dirasa belum pantas jika harus dikonsumsi oleh anak-anak kecil. Untuk lebih jelasnya silahkan dibaca artikel yang saya kirim tentang lomba seperti yang telah saya sebutkan di atas: [Elegi Musik Anak Masa Kini

Oke, artikel dan lomba saya tutup, mari simak sedikit kisah yang mungkin agak joooos menurut versi saya. Ini realita bung, moga-moga bisa jadi ilmu yang bermanfaat bagi pembaca. 🙂 [ceritanya cukup panjang nih, jangan lupa siapkan kopi panas, dan sedikit cemilan yang lumayan kriuk kriuk. Itu bisa jadi satu sajian paling top markotop buat membaca cerita mulia ini. Hehe . .]

Dahulu Kala = Penulis
Di era sekarang (bagi saya) terjun ke dunia blog merupakan sebuah cita-cita yang awalnya sempat tenggelam di makan jaman. Dahulu, pada waktu Ingusan (baca: SMA), gara-gara berkecimpung, terjun dan tenggelam ke dunia penulisan atau yang mungkin beken di katakan sebagai pengurus mading aulia “yang keren”, ditambah juga dengan keluarnya buku Kambing Hitamnya Radith, upss maksudnya Kambing Jantannya Radith untuk pertama kali membuat cita-cita yang lumayan sekonyong-konyong kala itu, Guwe pengen banget jadi Kambingnya Radit [baca: Guwe pengen penulis yang bisa ngeluarin buku gak jelas kayak si Radith itu. Fyuh. . . [emot BB sedih] :(], dan yang perlu ditulis, ini merupakan satu hal yang memang sudah tak biasa kala itu.

Dari buat puisi-puisi galau, buat Zodan alias zodiak edan serta buat cerita-cerita dan liputan ngalor ngidul gak jelas, akhirnya saya yakin dengan kemampuan saya yang mengolah kata-kata kala itu sudah cukup disandingkan dengan Radith, cuma ya sedikit kalah gila aja kali ya, maklum sekarang sekolah yang saya diami dulu selama 3 tahun itu sudah berubah menjadi RSBI atau Rintisan Sekolah Bertarif Internasional. Maklum, tambah mahal sekarang. Hehehe. .

Selain diatas, satu hal yang membuat saya jadi mupeng kala itu, adalah keinginan saya yang pengen masuk kuliah di Universitas Gedhe Mbayare alias UGM dengan jurusan Sastra Inggris. Jurusan itu, sudah di gadang-gadang sejak baru mengenal yang namanya cinta monyet kala itu (baca: SMP. Dan tolong gak usah tanya bagaimana kisah cinta 2 monyet kala itu. Ouchhhhh :)). Sastra, sekali lagi sudah masuk di dalam lubuk hati yang paling dalam dengan bumbu-bumbu jadi seorang penulis.

Mungkin begitu mulia cita-cita saya kala itu, sebagai seorang pelajar teladan Pemalang (kayaknya), menjadi salah seorang penulis menjadi satu cita-cita yang gak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Kiranya jika dirunut secara benang merahpun, cita-cita bakalan mudah jika saya masuk ke jurusan sastra seperti di atas. Tapi nasib berkata lain, dengan berbekal keinginan dan otak yang sudah berada jalur sastra/sosial kemudian malah nyasar untuk ditempatkan di jurusan teknik seperti sekarang, sungguh perbedaan yang sangat kontras, sastra dan juga teknik (mungkin sama kali ya jika disandingkan dengan Bumi dan Bulan atau bahkan mungkin istilah kerennya jadi Beauty and the Beast [Kekekekeke]. . dan akhirnya pun, predikat yang saya miliki sekarang, hanya berbekal “mantan calon mahasiswa Sastra Inggris UGM”. Hehehe .

Kuliah = Tenggelam
Pasca memasuki dunia perkuliahan, keinginan menulispun seakan-akan menjadi satu hal yang berat. Tidak didukung dengan lingkungan, dan juga teman-teman yang memang mempunyai niat seperjuangan, akhirnya menulispun menjadi sebuah tembang kenangan tersendiri jika dibandingkan dengan semangat pada waktu SMA. Ibarat pepatah yang sering di dengungkan, keadaan guwe sewaktu itu bagaikan “kasih tak sampai”. [pasangemotalay]

Gayungpun bersambut, alhasil sumpah serapah khas para pejabat negara datang layaknya jaelangkung, datang tak dijemput, pulang tak diantar. Penantian jemu dari semester unyupun baru di ACC di semester koplak (baca: dewasa :P). Sudah bukan satu rahasia umum bahwa memang benar, ke-dahsyat-an TA memberikan berkah dan hikmah yang mendalam.

Bersambung. 🙂

Jumat, 22 Juni 2012
Numpang nulis di Bakso Classic – Randudongkal
Berasa monyet yang lagi mainan laptop,
nulis artikel di warung, diliatin orang sana sini. Woi, “guwe beneran manusia”. Hehehe. .

Author: Triyoga AP

Salam kenal, panggil saja Yoga. Suka travelling dari dulu (kebanyakan solo backpacker). Suka fotografi (meskipun bukan profesional). Kadang-kadang mengisi waktu luang dengan naik gunung, camping ceria, gowes, trail running, sama woodworking. Di sela-sela kegiatan itu, saya juga masuk jamaah penyeduh kopi mandiri di rumah. Kebanyakan manual brewing. Semoga dapat bertemu di dunia nyata. Cheers!! :)

2 thoughts on “Menang Pertama [bagian 1]”

Yuks!! Ngobrol di mari.

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: