Elegi Musik Anak Masa Kini


Kasih ibu,
kepada beta
tak terhingga sepanjang masa

Hanya memberi,
tak harap kembali,
Bagai sang surya, menyinari dunia.

Berbicara lagu diatas, sekiranya bagi kita generasi 90-an pasti akan langsung teringat dengan “masa kecilnya” ketika lagu di atas didendangkan. Apalagi dengan kehadiran penyanyi cilik kala itu seperti Joshua, Chikita Meidi, Sherina, Trio Kwek Kwek pun masih melekat hingga saat ini, benar-benar mantap dan nge-gemesin apalagi dengan suara anak kecil yang memang masih ngeh di pikiran kita. Benar-benar lagu mereka, menjadi satu tren tersendiri bagi anak-anak seusianya.

Adi Bing Slamet ~ mantan penyanyi cilik (kapanlagi.com)

Berbicara musik/lagu anak saat ini, maka terlihat jelas, bahwa generasi anak saat ini sudah tidak lagi dapat menikmati lagu anak seperti dahulu. Banyak faktor yang membuat hal ini terlihat sangat kontras jika dibandingkan dengan masa tahun 90an, salah satunya karena memang sudah sedikitnya “penggiat” musik anak di Indonesia ditambah bahkan hingga saat ini baik media elektronik dan cetak (yang terkemuka) kurang bisa memberikan “ruang” untuk dunia anak, terlebih jika berhubungan dengan lagu anak. Jika saya dapat katakan, keadaan yang ada sekarang, beberapa (bahkan mungkin mayoritas) stasiun televisi hanya mencoba menampilkan tayangan berdasar keuntungan semata dengan memberikan tontonan yang hanya memang “diminati” oleh pemirsa/masyarakat Indonesia secara keseluruhan, tapi sedikit stasiun televisi nasional (baca: yang bisa ditangkap oleh masyarakat kebanyakan, bukan dengan tv satelit) yang memberikan kepedulian terhadap penikmat tayangan elektronik dengan batas-batas umur tertentu, salah satunya anak-anak.

Sejenak kita berimajinasi dan flash back ke rentetan tiga dasawarsa silam, lagu anak-anak pada saat itu benar-benar berada pada masa keemasannya. Para penyanyi cilik, seperti Chicha Koeswoyo (dengan lagu Helly), Adi Bing Slamet (dengan lagu Mak Inem Tukang Latah) dan Ira Maya Sopha (dengan lagu Helicak) menjadi idola tersendiri bagi anak-anak. Kesuksesan mereka juga diikuti oleh Puput Novel, Iyut Bing Slamet serta Yoan Tanamal. Di masa itu juga muncul penyanyi berbakat seperti Trie Utami, hasil dari acara (semacam pencari bakat) yang bertajuk Ayo Menyanyi (di bawah asuhan AT Mahmud dan juga Ibu Meniar). Lalu generasi terakhir (tahun 90-an), muncullah penyanyi cilik Joshua Suherman, Sherina, Tasya, Maisy [1]. Setelah itu, benar-benar lagu anak, tenggelam.

Musik dalam psikologi anak

Ketiadaan lagu anak di masa ini, menjadikan anak-anak sekarang sudah benar-benar mengkonsumsi lagu dewasa, yang memang jika dilihat dari lirik jelas, itu bukan untuk seumuran mereka. Tapi mau bagaimana lagi, faktanya lagu anakpun saat ini susah di dapat. Kekerasan dan percintaan, menjadi dua hal yang paling mendominasi pada lagu-lagu dewasa saat ini, padahal jika dilihat dari segi psikologi anak seharusnya pada usia “anak” dibutuhkan lagu yang ceria, sederhana, dan sarat nilai yang memang cocok dengan pribadi anak yang suka meniru.

Jika dikaitkan dengan psikologi anak, kiranya musik sedikit banyak mampu memberikan kepekaan emosi sesuai dengan bobot emosi yang dimiliki oleh musik itu sendiri. Selain itu, musik bisa melatih kepekaan-kepekaan lain seperti penghayatan ritme, penghayatan melodi atau intonasi. Kegiatan melibatkan diri pada musik bisa merangsang pengenalan kata-kata baru, merangsang konsep-konsep keurutan dan merangsang munculnya konsep-konsep pola yang berulang [2]. Pertumbuhan sang anak pun menjadi satu hubungan keterikatan tersendiri yang di trigger melalui musik. Pertumbuhan itu menjadi satu dengan gabungan dan perkembangan aspek kognitif yang memang dipengaruhi oleh musik itu sendiri.

Jean Piaget, seorang ahli biologi dan psikologi berkebangsaan Swiss merumuskan teori-teori yang menjelaskan fase-fase perkembangan kognitif. Piaget menjelaskan dari dua sudut pandang, struktural dan konstruktif. Sudut pandang struktural, dilihat dari perkembangan kualitas kognitif yang ada pada anak, sedangkan pada sudut pandang konstruktif terlihat dari interaksi anak dengan dunia sekitarnya. Hasil dari sudut pandang konstruktif adalah terbentuknya struktur kognitil, yang dimulai dari terbentuknya struktur berpikir secara logis, kemudian menjadi suatu generalisasi/kesimpulan umum [3].

Dari data diatas, terlihat jelas perkembangan emosi baik keurutan dan konsep-konsep yang berulang dapat dimaksimalkan melalui musik. Perkembangan emosi dan juga penghayatan tentang musik itu sendiri didapat dari bagaimana seseorang mampu mengintrepretasikan apa yang tertuang pada musik menjadi satu makna umum yang disimpulkan. Ini sekaligus menjadi suatu dukungan tersendiri terhadap elemen kognitif anak dalam hubungan dengan dunia sekitarnya.

Jika memang musik sangatlah berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, maka akan sangat lucu jika apa yang disajikan saat ini benar-benar tidak sesuai dengan usianya. Pemilihan lirik yang memang tidak pantas bagi anak-anak, pemilihan ritme dan irama lagu yang memang tidak pas, bisa memutus tumbuh kembang anak terlebih jika dihubungkan dengan faktor psikologis anak. Anak-anak akan menangkap dan menyimpulkan dengan apa yang mereka dengar, dengan apa yang mereka pahami sebagai suatu bentuk generalisasi kesimpulan yang akan terus melekat dipikiran mereka. Ketika anak-anak disajikan dengan musik yang berhubungan dengan kekerasan, kebebasan, konflik dan juga masalah percintaan, maka anak-anakpun akan terus bertanya-tanya dan mencoba memuaskan apa yang ada di dalam pikirannya menjadi suatu praktek atau tindakan yang real, menjadi sebuah implementasi diri pada kehidupannya. Ini jelas sangat berbahaya, apalagi dengan faktor lingkungan yang bisa saja turut mendukung dari pergaulan yang sangat berpengaruh terhadap anak tersebut.

Pelangi pelangi
Alangkah indahmu
Merah, kuning, hijau
Di langit yang biru

Pelukismu Agung
Siapa gerangan
Pelangi, pelangi
Ciptaan Tuhan!

Jika sedikit kita tilik akan lagu anak-anak diatas, maka kita akan menjumpai lirik yang ceria, lirik yang memang mengenalkan tentang apa yang ada di sekitarnya, mengenalkan tentang nama benda yang bisa menambah daftar kosa kata di dalam pikirannya. Bagaimana memang sejak dini anak mengenal tentang kata Tuhan (seperti lirik diatas), bagaimana sejak dini anak-anak disajikan tentang lagu yang bernuansa edukasi, dan itulah yang memang dibutuhkan anak-anak dalam rangka tumbuh kembangnya, dalam rangka pencapaian dirinya untuk lebih tahu akan dunia luar, dunia yang belum pernah mereka temui, dunia yang masih bisa memberikan warna tersendiri bagi tumbuh kembang anak tersebut.

Lagu Anak sebagai katalisator tumbuh kembang anak

Tak dapat dipungkiri, ketika menempatkan lagu anak sebagai sebuah katalisator tumbuh kembang anak. Alunan nada dan irama menunjukkan sebuah alur tersendiri yang bisa melatih anak berpikir secara runut dan menuntut adanya kolaborasi kreatifitas untuk menyatukan itu semua. Jika dilihat dari tumbuh kembang anak, hasil penelitian Depdiknas menyebutkan bahwa pada usia 4 tahun, kecerdasan anak mencapai 50 persen. Sedangkan pada usia  10 tahun kapasitas kecerdasan anak sudah terbangun mencapai 80 persen, dan baru 100 persen ketika berusia 18 tahun [3]. Itu menunjukkan bahwa usia dari 4 hingga 10 tahun merupakan ladang penanaman awal tingkat kecerdasan. Penanaman pengetahuan serta berbagai perkembangan kognitif anak. Oleh karena itu, filterisasi pengisi penanaman pada range umur tersebut haruslah diperhatikan. Musik sebagai salah satu trigger tumbuh kembang anak haruslah disesuaikan dengan tingkat penerimaan anak itu sendiri. Bagaimana lirik, alunan nada, serta melodipun juga harus disesuaikan dengan usia anak itu sendiri. Ingatkan, bagaimana seorang anak dapat lancar memanggil ibu? Itu karena pengulangan yang terus menerus diterima anak tersebut, sehingga anak meniru dan mengimplementasikan apa yang diterimanya sebagai sebuah hal baru yang unik. Ketika pengulangan itu berupa kata-kata yang tidak sesuai seperti kekerasan, percintaan, kebebasan, bagaimana kedepannya ya?

Kesimpulan

Music is the soul of language. ~Max Heindel

Mungkin memang benar, ketika dikatakan bahwa musik merupakan sebuah jiwa dari suatu bahasa. Pengejawantahan lagu anak sebagai “benar-benar” lagu anak kiranya menjadi satu solusi menghadirkan dunia anak di masa ini. Pengembangan dengan keceriaan, dengan alunan nada yang indah menjadi satu bentuk pembelajaran anak yang menyenangkan. Nina bobo menjadi satu ikon tersendiri jika dikaitkan dengan lagu sebelum tidur, tapi nyatanya kini anak-anak lebih mudah mendengarkan lagu-lagu band, lagu-lagu barat yang mungkin tidak sesuai untuk mendukung tumbuh kembang anak. Inilah yang menjadi suatu polemik tersendiri di era sekarang, dimana lagu anak sekarang menjadi semacam tembang kenangan yang semakin tenggelam di telan jaman. Bukan semata-mata karena dunia hiburan saat ini, tapi benar-benar kurang adanya dukungan terhadap psikologi anak yang masih belum bisa di mengerti oleh semua kalangan. Filterisasi musik terhadap konsumsi lagu anakpun menjadi satu PR tersendiri dari keluarga yang tergolong menjadi lingkungan terdekat bagi anak. Pembelajaran moral, etika, kosa kata baru dalam lagu anak sangat membantu dalam psikologis anak terutama dalam tumbuh kembang anak. Salah satu presenter dan artis senior, Helmi Yahya (yang ditemui di Djakarta Theater, Jakarta, 23/4) bahkan sempat mengatakan “Sudah saatnya kita membuka simpul-simpul yang menjerat anak-anak kita. Yaitu dengan menghadirkan mereka lagu-lagu, dan film yang sesuai dengan kebutuhan mereka” [4].

Mari selamatkan generasi muda dengan cara menggiatkan lagu anak sebagai satu alternatif tersendiri pendukung tumbuh kembang anak se-usianya. Anak-anak yang ada saat ini, adalah calon pemimpin masa depan.  Menyelamatkan pemimpin masa depan berarti menyelamatkan masa depan bangsa dari keterpurukan.

Kami selalu tidak dapat membangun masa depan bagi generasi muda kita, tetapi kita dapat membangun generasi muda kita untuk masa depan. ~Franklin D. Roosevelt [5]

Sumber:
1. http://www.seputar-indonesia.com
2. Wibowo, Sutji Martiningsih. 2008. Dalam makalah: Psikologi anak usia dini. Bandung.
3. http://blog.elearning.unesa.ac.id/nur-adisti
4. http://www.gatra.com
5. http://quoteindonesia.com

Author: Triyoga AP

Salam kenal, panggil saja Yoga. Suka travelling dari dulu (kebanyakan solo backpacker). Suka fotografi (meskipun bukan profesional). Kadang-kadang mengisi waktu luang dengan naik gunung, camping ceria, gowes, trail running, sama woodworking. Di sela-sela kegiatan itu, saya juga masuk jamaah penyeduh kopi mandiri di rumah. Kebanyakan manual brewing. Semoga dapat bertemu di dunia nyata. Cheers!! :)

25 thoughts on “Elegi Musik Anak Masa Kini”

  1. wahhh… bener sekali ka, ^^
    klw dilihat dari perkembangan zaman lagu anak2 sudah mulai menghilang.berbanding terbalik dengan lagu dewasa yang sudah sangat melambung tinggi perkembangannya.sampai2 anak kecil pun sudah menyanyikan lagu dewasa serta ikut menirukannya …. sebaiknya seumuran anak-anak harus lebih diperhatikan lagi terutama dalam bersikap, krn pada seumurannya itu anak kecil lebih cenderung meniru dan dilakukan dalam kesehariannya. sehingga sangat baik klw ada lagu anak2 yang memiliki unsur pendidikan guna untuk perkembangan kecerdasan dalam berfikir dan bersikap….

    Selamatkan generasi muda sekarang,karena mereka adalah penerus tuk masa mendatang…. ^^

  2. bener kak,,,,lagu2 anak2 sekarang,,bukan lagu seumurnya,,,ternkadang,,kita suka sedih,kalo denger,misalnya ada anak kecil yang nyanyiin lagu cinta2an,,,,,kayak lagu pacaran,,atau yang sejenisnya,,makanya,makin kesini,anak2 sekarang,dewasa sebelum waktunya,,,,di tambah lagi,ada jejaring sosial yang gak sedikit mengandung hal
    yang gak bener

  3. bener tuh lagu anak-anak udah cinta-cintaan. Ya untungnya zaman ngikuti perkembangan di masa saya. Dulu kecil lagu anak2 banyak, film kartun banyak(zaman dulu klo hari minggu nonton kartun dari jam 6-12). Mulai remaja lagu galau mulai pasaran haha.

  4. y wis Mas, yuk kita bumingkan lagi lagu anak – anak,.
    😀

    aku yang bikin lagunya, Mas Yoga yang nyanyiin yak,.
    😛

  5. memang tidak salah menilik dan mengembangkan imajinasi anak-anak bahkan memang diperlukan untuk pengembangan diri anak tersebut, mengungkapkan hal-hal yang indah salahsatunya yang dapat diungkapkan, karena apa, karena dapat memunculkan semangat yang dipupuk dari sejak kecil bahkan dapat membentuk anak tersebut lebih baik
    namun sekarang kita baru menyadari bahwa mungkin banyak lagu anak-anak yang artinya menyeleweng atau bahkan sampai mementingkan suatu golongan, beuh……

    i’ll go to flap the creator -_-
    *plaaaaaaaaaaak >____<

    cobalah menilik lirik2 tembang-tembang jawa, misalnya Gundul Pacul, Ilir-Ilir, Gambang Suling dan sebagainya, bukan maksud saya untuk mengunggulkan suku atau adat saya, tidaaak.
    Namun saya hanya menjelaskan sedikit bahwasanya lagu tradisional itu diciptakan oleh kebanyakan para ulama penyebar Islam di Indonesia ini, banyak pelajaran yang dapat diambil atau nilai-nilai kehidupan yang sangat bermakna ^^,

    oke just share kk

  6. setuju.. kalau saya punya anak kelak, pasti tidak ingin mereka kehilangan masa kecilnya 🙂
    ada saat mereka untuk dewasa kelak, jadi kenapa harus dipaksa dewasa sejak dini.
    Bahkan saat inipun masa kecil dengan lagu nan indah masih menjadi kenangan yang tak terlupakan.. 🙂

  7. Wuuuiiiii bang, bener-bener produktif nulis ya 🙂
    Hahhhh, lagi banyak Ujian tengah semester. blm smpt buat tulisan lagi.
    bang Yog emang Josh! 🙂

  8. wah bagus ni,semoga banyak yang sadar betapa pentingnya lagu anak2 itu. dan semoga anak2 di masa depan akan mendapatkan porsi lagu yang sesuai dengan umurnya bukan lagi lagu orang dewasa.

  9. G.W.F. Hegel bilang “sejarah berproses melalui serangkaian situasi dimana sebuah ide yang diterima akan eksis, tesis. Namun segera akan berkontradiksi dengan oposisinya, antitesis. Yang kemudian melahirkanlah antitesis, kejadian ini akan terus berulang, sehingga konflik-konflik tersebut akan meniadakan segala hal yang berproses menjadi lebih baik.” sekiranya musik anak2 juga akan beralur “kurang lebih” senada dengan apa yg disampaikan hegel,,,hehehhehe:P
    kalau kata (sujiwo tedjo) kehidupan akan menemukan keseimbangannya sendiri,,hahahhaha

  10. Modernisasi membuat semuanya seakan-akan rata alias tak ada bedanya anak-anak, remaja, dewasa, bahkan tua . Semua seperti dianggap sejajar, padahal sebenarnya mempunyai tingkatan masing-masing. Sebagai pemuda dan mulai dari kita sendiri, mari kita bantu semampu kita agar semua bisa berjalan pada koridor masing-masing. Terutama anak-anak, biarkan mereka bermain bersuka ria. Sebelum mereka merasakan keras hidup pada masa dewasanya.

  11. ini nih tulisan yg membuat kita sadar akan pentingya musik anak2.smoga kejayaan musik anak akan kembali seperti dulu bahkan akan lebih baik dengan catatan semua pihak berpartisipasi termasuk kita

Yuks!! Ngobrol di mari.

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: