Goresan Tinta Itu. . Abadi


Jika kita berbicara mengenai menulis, maka pasti kita akan berbicara mengenai ekspresi diri, atau mungkin hanya berkisar antara “cara” untuk memuntahkan apa yang ada di pikiran kita dalam sebuah tulisan. Bukan menjadi sebuah rahasia pribadi jika memang menulispun masih menjadi angin-anginan, bisa produktif bisa hanya sekedar sharing pengalaman saja, bahkan bener-bener terkadang tulisan pun ada yang berpengaruh dengan tren serta ilmu yang benar-benar sedang update. Saya yakin, Google tidak akan se-wah seperti sekarang saat memang tidak ada satupun orang di dunia ini bergerak dari yang namanya menulis. Hehe. .

Jika kita berbicara mengenai menulis, sekali lagi kita berbicara mengenai kebutuhan dan ilmu. Salah satu penulis yang benar-benar mendedikasikan dirinya pada jaman dahulu (mungkin juga pembaca sudah pernah dengar yang namanya Sayyid Quthb), yang pada tahun 1900-an dihukum mati gara-gara menelurkan buku yang berisi kritik tentang pemerintahan Mesir, jelang eksekusi matinya, Sayyid Quthb menuliskan:

“Tuan, sebutir pelurumu yang nanti menembus kepalaku, hanya akan membunuhku. Tapi, tulisan dan buah pikiranku akan menembus ratusan, ribuan dan bahkan jutaan kepala orang.” ~ucap Sayyid Quthb jelang eksekusi mati

Kesimpulan yang dapat diambil adalah tulisan dan ilmu kita takkan pernah bisa diambil oleh waktu, tulisan dan hasil pemikiran kita menjadi satu cahaya yang tidak akan pernah bisa ditelan jaman. Dua kesimpulan kita dapatkan! 🙂

Lalu Ali bin Abi Thalib r.a. pernah berpesan bahwa

“Ikatlah Ilmu dengan Menuliskannya”

Ini menunjukkan bahwa ilmu diukir dengan cara dituliskan. Hal ini jelas, tak dapat dipungkiri jika default tiap manusia mempunyai sifat  utama yaitu pelupa. Pelupa, dalam konteks penyampaian ilmu, menjadi kurang mengena apabila semakin lama ilmu semakin mengikis tajam, bukan karena erosi, tapi karena memori otak sudah penuh [lihat konsep “shared memori” pada komputasi paralel :)]. Disamping berbicara mengenai pelupa, penyebaran ilmu yang dilakukan juga akan lebih bermakna jika semuanya dilukiskan di dalam satu media yang dapat dengan mudah disebarluaskan. Diikat dan dituliskan mempunyai makna juga di goreskan, atau dibuktikan dengan perilaku. Ini juga selaras dengan pengejawantahan ilmu terkait dengan kewajiban kita untuk memberikan ilmu yang kita punya kepada orang lain, kaitannya dengan makna ilmu sebagai “ilmu yang bermanfaat”. Ilmu yang bermanfaat akan semakin lebih bermakna jika ditulis, dan ditularkan sehingga ilmu menjadi satu kemanfaatan sendiri bagi kita semua.

Dalam dunia kemahasiswaan dan juga dunia akademisi, Rosyad Ahmad [hasil dari blogwalking], menuliskan bahwa terdapat dua pameo yang diyakini kebenarannya, yaitu publish or perish (publikasikan atau minggirlah) serta all scientist are the same, until one of them writes a book (semua ilmuwan adalah sama, sampai satu di antara mereka menulis buku). Mau yang mana? 🙂

Pramudya Ananta Noer berkata,

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah”

Seno Gumira Ajidarma dalam “Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara” diberikan 

“Menulis adalah suatu cara untuk bicara, suatu cara untuk berkata, suatu cara untuk menyapa—suatu cara untuk menyentuh seseorang yang lain entah di mana. Cara itulah yang bermacam-macam dan di sanalah harga kreativitas ditimbang-timbang.”

“Belajar menulis adalah belajar menangkap momen kehidupan dengan penghayatan paling total yang paling mungkin dilakukan oleh manusia.”

“Apa boleh buat, jalan seorang penulis adalah jalan kreativitas, di mana segenap penghayatannya terhadap setiap inci gerak kehidupan, dari setiap detik dalam hidupnya, ditumpahkan dengan jujur dan total, seperti setiap orang yang berusaha setia kepada hidup itu sendiri—satu-satunya hal yang membuat kita ada.”

“Belajar menulis adalah belajar menangkap momen kehidupan dengan penghayatan paling total yang paling mungkin dilakukan oleh manusia.”

Ayo, mari menggerakkan menulis, semoga dengan karya, kita mampu memberikan kemanfaatan dengan ilmu yang kita punya. 🙂

Karena tulisan akan memberi arti pada kehidupanmu ~Triyoga Adi Perdana

Beberapa qoutes di peroleh dari http://www.goodreads.com/

Author: Triyoga AP

Salam kenal, panggil saja Yoga. Suka travelling dari dulu (kebanyakan solo backpacker). Suka fotografi (meskipun bukan profesional). Kadang-kadang mengisi waktu luang dengan naik gunung, camping ceria, gowes, trail running, sama woodworking. Di sela-sela kegiatan itu, saya juga masuk jamaah penyeduh kopi mandiri di rumah. Kebanyakan manual brewing. Semoga dapat bertemu di dunia nyata. Cheers!! :)

24 thoughts on “Goresan Tinta Itu. . Abadi”

  1. 1. menulis…saya miskin ilmu..wkwkwk
    2. buat saya sih it’s not a simply way, seringkali harus berteriak-teriak atas apa yg tdak diketahui dan itu menyedihkan…hahaha hororrr

    1. 1. Hehehe. . Bukan masalah miskin ilmu. Orang alay (baca: kreatif) pun bisa menulis kok.
      2. Di dunia ini gak ada yang mudah tar, yang ada hanya mau atau tidak. Nek masalah horor, iku lebay. Hahaha 🙂

      1. hahaha, santai bung, sedang ada sedikit kegiatan disini, belum sempat posting lagi,,,he 😀

Yuks!! Ngobrol di mari.

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: