Lelaki tua 80-an itu menatap istrinya. Lekat-lekat. Nanar. Gadis itu masih terlalu belia. Baru saja mekar. Ini bukan persekutuan yang mudah. Tapi ia sudah memutuskan untuk mencintainya. Sebentar kemudian ia pun berkata, “Kamu kaget melihat semua ubanku? Percayalah! Hanya kebaikan yang akan kamu temui di sini”, itulah kalimat pertama Utsman Bin Affan ketika menyambut istri terakhirnya dari Syam, Naila. Selanjutnya adalah bukti.
Sebab cinta adalah kata lain dari memberi, sebab memberi adalah pekerjaan, sebab pekerjaan cinta dalam siklus memperhatikan, menumbuhkan, merawat dan melindungi itu berat, sebab pekerjaan berat itu harus ditunaikan dalam waktu lama, sebab pekejaan berat dalam waktu lama begitu hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang memiliki kepribadian kuat dan tangguh maka setiap orang hendaklah berhati-hati saat ia akan mengatakan, “Aku mencintaimu”, kepada siapapun. Sebab itu adalah keputusan besar. Ada taruhan kepribadian disitu. “Aku mencintaimu”, adalah ungkapan lain dari, ”Aku ingin memberimu sesuatu.” Yang terakhir ini juga adalah ungkapan dari, “Aku ingin memerhatikan dirimu dan semua situasimu untuk mengetahui apa yang kamu butuhkan untuk tumbuh menjadi lebih baik dan bahagia, aku akan bekerja keras untuk memfasilitasi dirimu agar bisa tumbuh semaksimal mungkin, aku akan merawat dengan segenap kasih sayangku proses pertumbuhan dirimu melalui kebajikan harian yang akan ku lakukan kepadamu, aku juga akan melindungi dirimu dari segala sesuatu yang dapat merusak dirimu dan proses pertumbuhan itu, ”Taruhannya adalah kepercayaan orang yang kita cintai terhadap integritas kepribadian kita. Sekali kamu mengatakan kepada seseorang, “Aku mencintaimu”, kamu harus membuktikan ucapan itu. Itu deklarasi jiwa bukan saja tentang suka atau ketertarikan, tapi terutama tentang kesiapan dan kemampuan berkorban, kesiapan dan kemampuan melakukan pekerjaan-pekerjaan cinta: memerhatikan, menumbuhkan, merawat dan melindungi.
Sekali deklarasi cinta tidak terbukti, kepercayaan hilang lenyap. Tidak ada cinta tanpa kepercayaan. Begitulah bersama waktu suami atau istri kehilangan kepercayaan kepada pasangannya. Atau anak kehilangan kepercayaan pada orang tuanya. Atau sahabat kehilangan kepercayaan pada kawannya, atau rakyat kehilangan kepercayaan pada pemimpinnya. Semua dalam satu situasi, cinta yang tidak terbukti. Ini yang menjelaskan mengapa cinta yang begitu terasa panas membara di awal hubungan lantas jadi redup dan padam pada tahun kedua, ketiga, dan seterusnya. Dan tiba-tiba saja perkawinan bubar, persahabatan berakhir, keluarga berantakan, atau pemimpin jatuh karena tidak di percaya rakyatnya.
Jalan hidup kita biasanya tidak linear. Tidak juga seterusnya pendakian, atau penurunan. Karena itu konteks dimana pekerjaan-pekerjaan cinta dilakukan tidak selalu kondusif secara emosional. Tapi disitulah tantangannya; membuktikan ketulusan di tengah situasi yang sulit. Disitu konsistensi di uji. Di situ juga integritas terbukti. Sebab mereka yang bisa mengejawantah cinta di tengah situasi yang sulit, jauh lebih bisa membuktikannya dalam situasi yang longgar.
Mereka yang dicintai dengan cara begitu, biasanya merasakan bahwa hati dan jiwanya penuh seluruhnya. Bahagia-sebahagianya. Puas sepuas-puasnya. Sampai tak ada tempat bagi yang lain. Bahkan setelah sang pecinta mati. Begitulah Naila. Utsman telah memenuhi jiwanya dengan cinta. Maka ia telah memutuskan untuk tidak menikah lagi setelah suaminya terbunuh. Ia bahkan merusak wajahnya untuk menolak semua pelamarnya. Tak ada yang dapat mencintai sehebat lelaki tua itu.
Jika memang belum cukup waktu untuk mengatakannya, cukuplah hal itu menjadi klise dari foto terindah yang Allah tentukan untukmu nantinya. Time is running out!! ^_^
Oleh Anis Matta (Majalah Tarbawi, 5 Febuari 2005)
dengan sedikit penambahan . . 🙂
ya begitulah cinta, banyak yang mudah mengucapkan tapi banyak yang sulit membuktikan… 😀 lidah memang tak bertulang, terlalu lentur untuk mudah mengucapkannya..
Betul mas. Dan cinta juga yang terkadang semakin menajamkan “lidah tak bertulang” itu. :))
🙂
Yang senyam senyum, atau numpang pasang emot, jangan lupa mbayar. 😀
Waduuuuh
#Kasak kusuk cari recehan…
ahaaa, nemu 500 perak kertas warna ijo [kayak yoga san ya ]
Dirimu jek ngoco kuwi mah. Hihihi
hasyeghgghhh uga yogggg =>
Ngomong apa toh jeng?
Haduh. . Bahasa penyiar radio emang kudu gitu po? Ckckck
aseeekkk . . . .